Ad Code

Cerpen menjemput tuhan.

Judul Menjemput Tuhan


Kini suasana sudah pada puncaknya, hanya Satu keinginan besarku, syahwatku yang kubawa dari rahim ibuku: melihat wajah tuhan.
Bulan tinggal separuh malam itu. sayup-sayup hanya suara satwa malam yang terdengar. Gesekan-gesekan angin yang terasa lewat pelepah dedaunan. Anam masih saja duduk di beranda rumahnya yang reot. Lirih dari mulutnya terangkai gambaran jiwanya yang syarat akan kerinduan.
“senja telah berlalu, malam yang bisu seperti ini selalu bisa saja membelenggu jiwaku. Sepiku tanpamu. Semua rasa telah terbingkai dalam palung hati, hingga aku tak mau menyodorkannya dengan segala yang berlatar.”
“ bapak, mendengar suara anam di luar, tidak?” tanya wanita paruh baya yang bernama rasinah dan biasa di panggil emak oleh Anam. Entah sudah ada dalam perjanjian ketika masih dalam kandungan atau adat kampung yang begitu, hingga Ia memanggil emak.
“iya, bapak mendengar suara Anam” jawab Bapak Anam.
“ibu khawatir pak, sudah lama anam menyendiri begitu.” Keresahan ibunya akan sikap Anam terangkai lewat kata-kata.
“yo wis, besok kita bicarakan baik-baik. Kita tanya, siapatau  Anam memiliki keinginan tapi takut memberitahu kita” ucap bapak menenangkan. Lalu mereka beranjak ke peraduan mimpi. Berkawan sisa-sisa malam yang sebentar lagi terebut fajar di timur.
*******
Keesokan harinya, sebelum sempat Emak dan Bapak bicara pada Anam, keanehan pada diri Anam terlihat kembali. Bahkan begitu kentara. Saat Laras menemukan Anam tertidur di halaman rumah hanya dengan selembar daun pisang. Sempat terekam dalam benaknya kata-kata yang keluar dari mulut Anam, yang membuat merasa ada kejanggalan yang harus ditindaklanjuti pada diriAnam.
“ telah lama kau yang kunanti. namun tak kunjung kau tepati janji. kau selalu diamkan aku dalam sepi. Kau yang selalu menjadi pujaan di atas segala yang kumiliki. tapi kau biarkan aku sendirian dengan sisa-sisa pagi.”
“ Begitulah Bu, kira-kira yang saya dengar waktu saya mau menimba air untuk masak di belakang.” Tutur Laras pada Emak Anam.
“ kami sendiri juga bingung dengan sikap Anam  bulan-bulan terakhir ini. Kami takut Anam menyimpan sesuatu namun takut mengatakan, hingga dia begitu”
“apa ibu tidak khawatir jika Anam terganggu jiwanya? Misalnya diganggu lelembut, Bu?” duga Laras.
“wuss, ngarang kamu.”
“ya, bisa saja kan, Bu? Namanya juga alam bawah sadar.”
“ kalau memang Anam diganggu lelembut, ibu rasa mustahil. Toh, dia masih mau sholat. Bahkan terlihat lebih khusyuk. Shalat sunnah makin rajin. Melek malam juga semakin sering.” Jelas ibunya.
“ya, sudah kalau begitu. Semoga saja ini hanya keanehan-keanehan Anam yang tidak akan berkelanjut.
Obrolan pagi itu membuat Ibu Anam tak tenang. terlebih setelah ia memergoki anam di meja makan. Bukannya berdoa, malah kata-kata Anam yang terlihat semakin tidak jelas saja.
“ Aku, ingin sekali kau undang aku makan malam satu meja dengan-MU. Lalu kita akan bicara banyak hal, tentang kematian, kehidupan, dan bercanda ria tentang kekekalan.”
“Anam, mbok kamu kalau ngomong jangn suka ngelantur. Makanannya dimakan saja. Itu makanan kesukaanmu, rembang daging dan sambal lalapan.” Ucap emaknya.
“Aku sedang tidak ingin makan, Mak! Aku ingin kekamar saja.”
Emaknya hanya diam dalam kebingungan melihat anaknya begitu. Sudah tiga hati tiga malam tidak makan. Bicarapun secukupnya. Ibunya merasa sedih melihat itu semua. Kepikiran ucapan Laras pagi kemarin kalau Anam diganggu lelembut. Dan akhirnya ia meminta pendapat dengan keluarga dekat untuk membawa orang pintar. Tapi setelah itu hasilnya nihil, hanya ada satu jawaban, Anam memiliki satu keinginan yang kuat dan begitu besar hingga mengganggu jiwanya. Emaknya semakin bingung dan resah saja, ketika suatu pagi mendengar jawaban dari mulut Anam sendiri.
“Mak, apakan emak sanggup untuk memenuhi permintaan Anam, jika Anam katakan apa yang mau Anam yang sebenarnya?” ucap anam lirih pada emaknya.
“ Insyaallah! jika Emak dan Bapakmu mampu, kenapa tidak? Asalkan kamu kembali seperti biasa dulu.” Jawab Emaknya.
“ Hanya saja satu keinginan Anam mak, bertemu Tuhan yang telah menciptakan Anam dan kita semua. Karena Anam ingin benar-benar membuktikan Tuhan itu ada. Tuhan itu melihatkita. Anam ingin melihat tangan Tuhan yang mampu menggoncangkan dunia bahkan membalikkan hati Anam. Apakah Mak bisa menjemput tuhan untuk Anam?” jawab Anam panjang lebar.
“ astagfirullah! Nak, kenapa kamujadi begini?” keluh ibunya tak tahan lagi air menetes dari garis-garis pipinya.  Lalu Anampergikesuatu tempat yang dia sukai.hamparan sawah yang luas belakang rumah, menikmati kesendiriannya berharap akan menemukan sososk bayangan yan ia sebut sebagai Tuhan selama ini.
“ Apakah aku harus memberi sesajen dulu, seperti yang dilakukan masyarakat pesisir laut, dengan melempar kepala kerbau atau dengan menyiapkan beras merah yang telah dibuat bubur lengkap dengan pesisir pisang ambon seperti yang dilakukan oleh masyarakat lereng gunung, agar aku benar-benar mampu melihat Tuhan atau bahkan merasakan menyatu antara tubuhku dengan tubuh-nya.”
Dalam jiwanya terukir kata yang terungkap dengan diam.
“ semua terasa kosong, semua serasa hampa. Aku terus memijak walau telapak tak terjejak. Aku ingin melihat sekabut bayangan, walau dalam sekam malam yang mencekam.”
******
“Anam, besok ikutlah bapak ke tempat Kiai Mujab. Bapaksudah lama tak berkunjung kesana.”
“ Baiklah pak!” jawab Anam singkat. Lalu seperti biasa, ia pergi dengan angin-angin lirih yang senantiasa menemaninya di sawah.
“bisik lirih deru ini, seakan pecahkan kesunyian malam, hembusan angin malam kian menusuk tulang, angan selalu terbang melayang, gapai yang menurutku rupawan, yang selalu aku dambakan dari setiap inci kehidupan.” Lirih suara batin Anam.
Keesokan harinya mereka pergi kekediaman kiai Mujab. Disambut pagar besi yang bertuliskan pondok pesantren Darul Ulum, banyuangi. Setelah bersapa dan berbasa-basi, karena lama tak bersua dengan kiai Mujab yang memang teman sekolah sekaligus nyantri dijombang dahulu, ia juga merupakan pimpinan pondok tersebut, lalu Bapaknya menceritakan apa yang terjadi dengan Anam. Kiai Mujab hanya menganggukan kepala seakan tau apa yang harus ia lakukan.
“ Biarkan Anam tinggal disini terlebih dahulu, sekitar sebulan atau duabulan, mungkin ia kesepian di rumahnya.” Pinta kiai Mujab. Lalu  Anam dan Bapaknya pun menyetujui.
Dengan segudang kegiatan yang Anam ikuti,  hingga suatau malam Kiai Mujab memanggilnya dan mengajaknya bertukar pikiran.
“Anam, kamu memang benar, adanya tuhan perlu dibuktikan, karena kita dalah manuisa yang hidup dengan dua alam rasionalitas dan irasionalitas. Begitu banyak banyak media jalan untuk pembuktian, dengan menyepi, dengan berpuasa atau memberi sesajen. Tai perlu di ingat, itu hanya sebagai media dan simbol adat istiadat dari kehidupan seseorang yang tidak bisa di hiangkan,”
“lalu, apayang harus saya lakukan Pak Kiai.?”
“ Carilah pembuktian adanya Tuhan lewat segalaciptaanNYA”
“ Maksudnya?” tanya Anam bingung,
“Saya ingin kamu menikah dengan sepupuku yangbernama Ainal Muna. Tolong pokirkan baik-baik dan sebelum kamu menjawabnya, tadabburi dahulu firman Tuhan Al-Qur’an  suratar-Rum Ayat 21 dan beristikharahlah.” ucapKiai Mujab. Lalu Anam mundur diri kekamarnya, dan melakukan apa yang telahdiperintahkan Kiainya itu.
Dua minggu berlalu, kini Anam kembali pada Emaknya, untuk mengabarkan berita baik, bahwa ia akan segera menikan dengan Aina. di perjalanan ia berfikir sejenak, bahwa mencari Tuhan bukanlah dengan mencari wajahnya. Namun ada inisiasi sendiri, seperti yang dijelaskan dalamsyair abadi “Di ciptakan untuknya pasangan-pasangannya sebagai tanda-tanda kebesaran Tuhan.”
Kini Anam merasa ia akan semakin dekat dengan tuhan, lewat cinta yang akan ia berikan pada Aina.  Anam pun merasa jarak ia dan Tuhan sangat dekat sedekat urat nadi di lehernya. Merasasemakin tipis kelambu yang menutupinya, setipis kapas. Ia akan semakin mencintai Tuhan,lewat segala ciptaan-NYA.
Di tengah kebimbangan, kau baringkan ragamu di peraduan kerinduanku, mimpiku dalam pangkuanNYA, kulukis lewat rayuanmu, aku ingin berada dalam taman hatiNYA selamanya, dan aku ingin mendekam di taman hatimu terlebih dahulu, karena bersamamu, aku mampu menyingkap tabir hingga setipis kapas untuk berjumpa denganNYA, 
“ Aku yakin ini adalah jalan untuk menuju kehadiratmu.” Ucap Anam dalam petang.
*pengarang@Cinung Azizy [terima kasih]

Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu