Makalah Hukum Pidana Pengertian, unsur-unsur, norma-norma dalam perbuatan pidana
Disusun
Oleh:
Nama:
Kelas
No
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga berkat
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Hukum Pidana”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan memberikan wawasan yang lebih luas bagi pembacanya. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat kelebihan dan
kekurangannya sehingga kami mengharap kritik dan saran yang dapat memperbaiki
untuk penulisan makalah selanjutnya.
Terima kasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I, PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II, PEMBAHASAN
A. Perbuatan Pidana
B. Unsur-Unsur Perbuatan Pidana
C. Norma-Norma Dalam Tindakan Pidana
BAB III,
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Dalam kehidupan
sehari-hari manusia sering dihadapkan kepada suatu kebutuhan yang mendesak,
kebutuhan pemuas diri dan bahkan kadang-kadang karena keinginan atau desakan
untuk mempertahankan status diri. Secara umum kebutuhan setiap manusia itu akan
dapat dipenuhi, -walaupun tidak seluruhnya, -dalam keadaan yang tidak
memerlukan desakan dari dalam atau orang lain. Terhadap kebutuhan yang mendesak
pemenuhanya dan harus dipenuhi dengan segera biasanya sering dilaksanakan tanpa
pemikiran matang yang dapat merugikan lingkungan atau manusia lain.
Hal seperti itu
akan menimbulkan suatu akibat negatif yang tidak seimbang dengan suasana dari
kehidupan yang bernilai baik. Untuk mengembalikan kepada suasana dan kehidupan
yang bernilai baik itu di perlukan suatu pertanggung jawaban dari pelaku yang
berbuat sampai ada ketidakseimbangan. Dan pertanggung jawaban yang wajib
dilaksanakan oleh pelakunya berupa pelimpahan ketidak enakan masyarakat supaya
dapat dirasakan juga penderitaan atau kerugian yang dialami.
Kehidupan manusia
tidak pernah lepas dari persinggungan atau interaksi antar sesama. Karena
bagaimanapun manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya.
Sudah merupakan sifat dasar manusia untuk bertidak egois. Sehingga apabila
sifat tersebut terus menerus dibiarkan, maka yang terjadi adalah ketidak
beraturan yang menyebabkan kehancuran. Oleh karenanya manusia membutuhkan
aturan-aturan yang mengatur hak dan kewajiban satu antar lainnya. Demi
mewujudkan kehidupan yang aman dan sejahterah. Sesuai dengan saran tujuan KUHP
nasional
“Untuk mencegah
penghambatan atau penghalang-halangan datangnya masyarakat yang dicita-citakan
oleh bangsa indonesia, yaitu dengan jalan penentuan perbuatan-perbuatan manakah
yang pantang dan tidak boleh dilakukan, serta pidana apakah yang diancamkan
kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu..”
Hukum adalah sebuah aturan mendasar
dalam kehidupan masyarakat yang dengan hukum itulah terciptanya kedamaian
ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat. Terciptanya keharmonisan dalam
tatanan masyarakat sosial juga tidak terlepas dengan adanya hukum yang mengatur.
Dalam hukum dikenal dengan istilah perbuatan pidana.
Perbuatan pidana
merupakan perbuatan yang merugikan masyarakat. Sehingga sudah selayaknya kita
tidak melakukan hal tersebut.Bila kita ingin menjauhi sesuatu, maka kita harus
mengetahui dulu apakah itu. Sehingga dikemudian hari kita tidak salah dalam
memilih sebuah perbuatan. Maka dirasa penting bagi kami untuk mengankat judul
“Pengertian, Unsur-Unsur dan norma-norma
Perbuatan Pidana”.
Perbuatan pidana adalah suatu istilah
yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, sebagai istilah
yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa
hukum pidana.
Perbuatan pidana mempunyai pengertian yang
abstrak dari peristiwa-peristiwa yang konkrit dalam lapangan hukum pidana,
sehingga perbuatan pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan
ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai
sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.
Adakalanya
istilah dalam pengertian hukum telah menjadi istilah dalam kehidupan
masyarakat, atau sebaliknya istilah dalam kehidupan masyarakat yang
dipergunakan sehari-hari dapat menjadi istilah dalam pengertian hukum, misalnya
istilah percobaan, sengaja, dan lain sebagainya. Sebelum menjelaskan arti
pentingnya istilah perbuatan pidana sebagai pengertian hukum, terlebih dahulu
dibentangkan tentang pemakaian istilah perbuatan pidana yang beraneka
ragam.Untuk mengetahui perbuatan-perbuatan pidana lebih lanjut, kita akan
membahasnya di dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian perbuatan pidana ?
2. Apa
saja unsur-unsur dalam perbuatan pidana ?
3. Apa
saja norma-norma dalam perbuatan pidana ?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian perbuatan pidana.
2. Untuk
mengetahui unsur-unsur dalam perbuatan pidana.
3. Untuk
mengetahui norma-norma dalam perbuatan pidana.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Perbuatan Pidana
Perbuatan
pidana sering disebut dengan beberapa istilah seperti tindak pidana, peristiwa
pidana, dan delict. Dimaksud dengan perbuatan pidana ialah suatu perbuatan atau
rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana.
Perbuatan pidana
mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam
laporan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana harus diberi arti yang bersifat
ilmiah dan ditentukan untuk dapat lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Dapat
juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan
hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu perlu diingat bahwa
larangan ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. Suatu larangan
itu ditujukan kepada perbuatan dimana suatu keadaan atau kejadian yang
ditimbulkan oleh tingkah laku orang itu sendiri. Sedangkan ancaman pidananya
ditujukan kepada orang-orang yang menimbulkanya.
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa
pidana tertentu. Yang dimaksud dengan perbuatan yaitu kelakuan dan kejadian
yang ditimbulkan oleh kelakuan.perbutan pidana menunjuk pada sifat perbuatannya
saja.
Pengertian perbuatan pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar
larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan
yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada
itu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuataan, (suatu keadaan atau
kejadiaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya
ditunjukkan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada
hubungan yang erat, oleh karena antara kajadian dan orang yang menimbulkan
kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. Dan justru untuk menyatakan hubungan
yang erat itu; maka dipakailah perkataan perbuatan, yaitu suatu pengertian
abstrak yang menunjukkan kepada dua keadaan konkrit: pertama, adanya kejadian
yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian
itu.
Ada istilah lain
yang dipakai dalam hukum pidana, yaitu “tindak
pidana”. Istilah ini, timbul dari pihak kementrian kehakiman, sering
dipakai dalam perundang-undanagan. Meskipun kata “tindak” lebih pendek dari
kata ”perbuatan” tapi kata “tindak” tidak menunjukkan pada suatu yang abstrak
seperti perbuatan, tapi hanya menyatakan perbuatan konkrit, sebagaimana halnya
dengan peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku,
gerak-gerik atau sikap jasmani seseorang. Oleh karena tindak sebagai kata tidak
begitu dikenal, maka dalam perundang-undangan yang menggunakan istilah tindak
pidana baik dalam pasal-pasal sendiri, maupun dalam penjelasannya hampir selalu
dipakai pula kata perbuatan. Contoh: UU no. 7 tahun 1953 tentang pemilihan umum
(pasal 127, 129 dan lain-lain.
Pengertian Perbuatan
Pidana menurut Para Ahli Perbuatan Pidana/Delik/Tindak Pidana/Peristiwa
Pidana/Strafbaar feit adalah tindakan manusia yang memenuhi rumusan
Undang-undang yang bersifat melawan hukum dan dilakukan oleh orang yang dapat
dipertanggung jawabkan. Berikut pengertian dari Perbuatan Pidana menurut
beberapa Para Ahli, yaitu :
a.
D. Simons Perbuatan pidana adalah perbuatan
salah (met schuld in verband staand) dan melawan hukum (onrechtmatig) yang
diancam pidana (stratbaar gesteld) yang mana oleh seseorang yang mampu
bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar persoon).
b.
Van Hamel Strafbaar feit adalah suatu kelakuan
orang (minselijkegedrging) yang dirumuskan dalam Undang-Undang yang bersifat
melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.
c.
Prof. Moeljatno, SH Perbuatan pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai
ancaman (sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar
larangan tersebut).
d.
Prof. Dr.
Wirjono Prodjodikoro, SH Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya
Menurut Prof. Dr.
Wirjono Prodjodikoro dalam bukunyaasas-asas hukum pidana di indonesia
memberikan definisi “tindak pidana” atau dalam bahasa Belanda strafbaarfeit,
yang sebenarnya merupakan istilah resmi
dalam Strafwetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku
di indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing, yaitu delict. Tindak pidana
berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukum pidana. Dan, pelaku
ini dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana.
Sedangkan dalam
buku Pelajaran Hukum Pidana karya Drs. Adami Chazawi, S.H menyatakan bahwa
istilah tindak pidana adalah berasal
dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaarfeit”,
tetapi tidak ada penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit
itu. Karena itu para ahli hukum berusaha memberikan arti dan isi dari istilah
itu. Sayangnya sampai kini belum ada keragaman pendapat
Istilah-istilah
yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dari
berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaarfeit adalah:
1.
Tindak pidana, berupa istilah resmi dalam
perundang-undangan pidana kita dan hampir seluruh peraturan perundang-undangan
kita menggunakan istilah ini.
2.
Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli
hukum misalnya, Mr. R. Tresna dalam bukunya “Azas-Azas Hukum Pidana.Dan para
ahli hukum lainnya.
3.
Delik, berasal dari bahasa latin “delictum”
digunakan untuk menggambarkan apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah
ini dapat dijumpai di beberapa literatur, misalnya Drs. E. Utrect, S.H.
4.
Pelanggaran Pidana, dijumpai dibeberapa buku
pokok-pokok hukum pidana yang ditulis oleh Mr. M.H Tirtaamidjaja.
5.
Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini
digunakan oleh Mr. Karni dalam bukunya”Ringkasan tentang Hukum Pidana”.
6.
Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan dalam
pembentukan undang-undang dalam UUD No. 12/Drt/1951 tentang senjata api dan
bahan peledak (baca pasal 3).
7.
Perbuatan Pidana, digunakan oleh Prof. Mr.
Moeljatnomdalam beberapa tulisan beliau.
Suatu peristiwa agar supaya dapat
dikatakan sebagai suatu perbuatan pidana harus memenuhi syarat-syarat seperti
berikut:
a.
Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.
b.
Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang
dirumuskan dalam UU. Pelakunya harus sudah melakukan sesuatu kesalahan dan
harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.
c.
Harus ada kesalahan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu
perbuatan yang melanggar ketentuan hukum.
d.
Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain,
ketentuan hukum yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya.
Pembagian
perbuatan pidana dalam KUHP terdiri dari “kejahatan” dan “pelanggaran”.
Pembentukan Undang-undang membedakan perbuatan atau tindak pidana atas
“kejahatan” dan “pelanggaran”, berdasarkan kualifikasi tindak pidana yang
sungguh-sungguh dan tindak pidana kurang sungguh-sungguh.
Perbuatan pidana dibedakan menjadi
beberapa macam, yaitu :
1.
Perbuatan pidana (delik) formal, adalah suatu
perbuatan pidana yang sudah dilakukan dan perbuatan itu benar-benar melanggar
ketentuan yang dirumuskan dalam Pasal undang-undang yang bersangkutan.
2.
Perbuatan pidana material, adalah suatu
perbuatan pidana yang dilarang, yaitu akibat yang timbul dari perbuatan itu.
3.
Perbuatan pidana dolus, adalah suatu perbuatan
pidana yang dilakukan dengan sengaja.
4.
Perbuatan pidana culpa, adalah perbuatan pidana
yang tidak disengaja.
5.
Perbuatan pidana aduan, adalah suatu perbuatan
pidana yang memerlukan pengaduan orang lain.
6.
Perbuatan pidana politik, adalah delik atau
perbuatan pidana yang ditujukan kepada keamanan negara baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Dari definisi yang
dikemukakan di atas maka perbuatan itu menurut wujud dan sifat-sifat perbuatan
pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, merugikan masyarakat,
bertentangan dengan norma dan menghambat dalam pergaulan masyarakat
Perbuatan pidana
diterjemahkan dalam bahasa belanda menjadi strafbaarfeit dan menurut bahasa Indonesia
diterjemahkan beberapa istilah yaitu tindak pidana, delik, peristiwa pidana,
perbuatan pidana dan sebagainya. Strafbaarfeit merupakn suatu perilaku manusia
yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan hidup
tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana
dengan menggunakan sarana yang bersifat memaksa.
Strafbaarfeit yang
terdiri dari 3 kata yaitu straf berarti pidana, baar yang berarti boleh, dan
feit berarti peristiwa, pelanggaran, perbuatan. Sedangkan untuk kata peristiwa
menggambarkan pengertian yang lebih luas dari perkataan perbuatan, Karena peristiwa
tidak saja menunjuk pada perbuatan manusia, melainkan mencakup pada seluruh
kejadian yang tidak saja disebabkan oleh adanya perbuatan manusia semata-mata
tetapi juga oleh alam. Untuk sitilah tindak adalah hal kelakuan manusia dalam
arti positif semata dan tidak termasuk perbuatan manusia yang negative.
Sedangkan istilah delik sebenarnya tdiak ada kaitannya dengan istilah strafbaar
feit karena berasal dari latin, namun isi pengertiannya tidak ada perbedaan
dengan istilah strafbaarfeit.
B.
Unsur-Unsur Perbuatan Pidana
Dapat dibedakan
menjadi dua sudut pandang yaitu : sudat pandang teoritis dan dari sudut pandang
undang-undang. Maksud teoritis adalah berdasarkan pendapat ahli hukum, yang
tercermin pada bunyi rumusannya. Sedangkan dari sudut pandang UU adalah bagaimana
kenyataan tindak pidana itu dirumuskan mejadi tindak pidana tertentu dalam
pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada.
1.
Unsur perbuatan pidana menurut beberapa teoritis
Yang termasuk
dalam tindak pidana adalah perbutaan, yang dilarang (oleh aturan hukum),
ancaman pidana (bagi yang melanggar aturan). Perbuatan manusia yang boleh
dilanggar adalah aturan hukum. Menurut R.Tresna tindak pidana terdapat unsur
yaitu perbutaan / rangkaian perbuatan, yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, diadakan tindakan penghukuman.
Sehingga setiap
perbuatan yang melanggar UU akan dikenakan tindakan hukuman.menurut Vos
penganut paham dualism unsur-unsur tindak pidana adalah kelakuan manusia,
diancam dengan pidana, dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan dari sudut
pandang jonkers penganut paham monisme unsur tindak pidana adalah perbuatan, melawan hukum, kesalahan,
dipertanggungjawabkan.
Meskipun tampak
berbeda namun hakikatnya terdapat kesamaan yaitu sama-sama memisahkan anatara
unsur-unsur mengenai perbuatannya dengan unsur yang mengenai diri orangnya.
2.
Rumusan tindak pidana dalam UU
Buku II KUHP
memuat rumusan perihal tindak pidana tertentu yang masuk dalam kelompk kejahtan
dan buku III termasuk dalam ketegori pelanggaran. Terdapat unsur yang selalu
disebutkan dalam tiap pasal yaitu tingkah laku/perbutan. Walaupun ada
pngecualian pada pasal 351 tentang penganiayaan. Unsur kesalahan dan melawan
hukum kadang-kadang dicantumkan. Sama sekali tidak dicantumkan mengenai
kemampuan bertanggung jawab. Disamping itu banyak mencantumkan unsur lain baik sekitar objek kejahatan maupun
perbutaan secara khusus untuk rumusan tertentu.dari rumusan dalam KUHO dapat
diketahui adanya 8 unsur tindak pidana yaitu : unsur tingkah laku, unsur
melawan hukum, unsur kesalahan, unsur akibat konstitutif, unsur keadaan yang
menyertai, unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana, unsur tambahan
untuk memperdebat pidana, unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana.
Dari 8 unsur ini
dua unsur yaitu unsur kesalahan dan melawan hukum adalah termasuk dalam unsur
subjektif sedangkan selebihnya termasuk dalam unsur objektif, mengenai kapan
unsur itu masuk dalam kategori subjektif atau objektif adalah tergantung pada
bunyi redaksi rumusan tindak pidana yang bersangkutan.
a)
Unsur objektif
Unsur objektif
adalah semua unsur yang berada diluar keadaan batin manusia yakni semua unsur
mengenai perbutannya akibat perbuatan dan keadaan tertentu yang melekat pada
perbutaan dan objek tindak pidana.sedangkan unsur subjektif adalah semua unsur
yang mengenai batin atau melekat pada keadaan batin orangnya.
Unsur-unsur Objektif adalah
unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam
keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan.
Yang termasuk dalam Unsur objektif adalah :
1.
Perbuatan, baik dalam arti berbuat atau dalam
arti tidak berbuat. Perbuatan dalam arti positif adalah perbuatan yang
disengaja dan dalam arti negatif berarti kelalaian.Perbuatan yang dilakukan
karena gerakan refleks bukan merupakan perbuatan dalam arti hukum pidana.
Contoh perbuatan positif: Orang yang dengan sengaja melanggar undang-undang.
Contoh perbuatan negatif: Orang mengetahui komplotan yang akan merobohkan
Negara dan ia tidak melaporkan pada polisi. Contoh perbuatan yang dirumuskan
dalam pasal 362KUHP yang menggambarkan perbuatan yang dilarang undang-undang
yaitu perbuatan mengambil
2.
Akibat, yang menjadi syarat mutlak dalam tindak
pidana materiil yang merupakan akibat yang dilarang dan diancam oleh
undang-undang dan merupakan syarat mutlak dalam tindak pidana.Perbuatan itu
dapat bersamaan dengan akibatnya,sehingga tak ada jangka waktu antara perbuatan
dan akibat (misalnya dalam hal pencurian),tetapi itu dapat juga terpisah dari
perbuatannya misalnya pembunuhan.( pasal 338 KUHP yang berupa matinya orang)
3.
Undang-undang Pidana kadang-kadang menentukan
bahwa perbuatan atau kelalaian orang baru dapat dihukum jika dilakukan dalam
keadaan tertentu,misalnya “melawan tindakan pegawai negeri” dapat dihukum jika
perlawanan itu dilakukan dengan ancaman kekerasan atau dengan kekerasaan dan
jika pegawai negeri tersebut sedang melakukan kewajibannya.Ataupun pelanggaran
terhadap kehormatan orang lain dapat dihukum jika dilakukan di tempat umum.”Di
tempat umum”itu ialah “keadaan”. Keadaan yang dilarang dan diancam oleh
undang-undang, contoh dalam pasal 282 KUHP adalah ditempat umum.
b)
Unsur-unsur Subjektif
Unsur-unsur
Subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang
berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala
sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur Subjektif adalah mengenai
keadaan yang dapat dipertanggungjawabkan dan schuld (kesalahan) dalam arti
dolus (sengaja) dan culpa (kelalaian).
Sebagai
unsur-unsur subjektif dari perbuatan ditentukan bahwa perbuatan itu harus dapat
dipersalahkan, orang itu harus dapat dipertanggungjawabkan. Orang itu dianggap
dapat dipertanggungjawabkan jika ia normal. Normal artinya bahwa ia mempunyai
perasaan dan fikiran, seperti orang-orang lain dengan secara normal dapat
menentukan kemauannya terhadap keadaan-keadaan atau secara bebas dapat
menentukan kehendaknya sendiri seperti juga kebanyakan orang
lainnya.Selanjutnya “dapat dipertanggungjawabkan” mempunyai arti bahwa tiap
orang dianggap bahwa ia dapat dipertanggungjawabkan jika tidak terbukti dan
sebaliknya perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan.Kesalahan itu harus
dibuktikan.Berikut adalah bentuk-bentuk kesalahan, yaitu:
Unsur Perbuatan Pidana terdapat
pada :
a.
Unsur tingkah laku
Tindak pidana adalah mengenai larangan
berbuat, oleh karena itu perbuatan atau tingkah laku harus disebutkan dalam
rumusan. Tingkah laku adalah unsur mutlak tindak pidana. Tingah laku dalam
tindak pidana berarti tingkah laku aktif atau positif juga disebut perbuatan
materiil dan tingkah laku pasif atau negartif.
Tingkah laku aktif adalah suatu bentuk
tingkah laku yang untuk mewujudkannya atau melakukannya diperlukan wujud
gerakan atau gerakan dari tubuh misalnya mengambil. Sedangkan tingkah laku
pasif adalah berupa tingkah laku membiarkan suatau bentuk tingkah laku yang
tidak melakukan aktivitas tertentu tubuh atau bagian tubuh, yang seharusnya
seseorang itu dalam keadaan tertentu harus melakukan perbuatan aktif, dan tidak
berbuat demikian seseorang itu disalahkan karena tidak melakuakn kewajiban
contohnya tidak memeberikan pertolongan.
Dalam hal
pembentuk undang-undang unsur tingkah laku ada 2 yaitu tingkah laku abstrak
yaitu tingkah laku yang terdiri dari wujud-wujud tingkah laku kongkrit bahkan
menjadi tidak terbatas contoh menghilangkan nyawa, kemudian terdapat pula
tingkah laku yang sekaligus cara mewujudkannya contohnya pencemaran nama baik.
Dan tingkah laku konkrit adalah berupa tingkah laku yang lebih nyata yaitu
mengambil.
Dilihat dari cara
penyelesaiannya maka tindak pidana dibagi menjadi 2 yaitu tingkah laku sebagai
syarat penyelesaian tindak pidana dan tingkah laku yang harus mengandung
akaibat sebagai syarat penyelesaian tindak pidana. Yang pertama syarat
selesainya tindak pidana tergantung pada selesainya tingkah laku. Sedangkan
yang kedua adalah tergantung pada selesainya perbuatan secara nyata, tetapi
tergantung pada timbulnya akibat dari wujud perbuatan yang nyata terjadi.
b.
Unsur sifat melawan hukum
Adalah suatu
sifat tercela yang dilarang oleh undang-undang dan tercela pula dihadapan
masyarakat. Unsur ini merupakan unsur mutlak dalam suatu perbuatan pidana.
c.
Unsur kesalahan
Adalah suatu
unsur mengenai keadaan atau gambaran batin orang pada saat memulai perbuatan
dan selalu melekat pada diri pelaku dan bersifat subjektif. Unsur kesalahan
menghubungkan aatra perbuatan dan akibat serta sifat melawan hukum perbuatan
pelaku. Dibagi menjadi dua yaitu :
1.
Dolus
Dalam bahasa
Belanda disebut “opzet” dan dalam bahasa Inggris disebut “intention” yang dalam
bahasa Indonesia dapat diartikan “sengaja” atau “kesengajaan”.Misal salah satu
contohnya adalah pasal 338 KUHP: Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa
orang lain,diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun.
Kesengajan adalah kehendaki yang
ditunjukkan untuk melakukan perbuatan artinya telah dikehendaki oleh seseorang
sebelumnya, kehendak selalu berhubungan dengan motif dari mitif itulah
perbuatan direncanakan, motif adalah dorongan yang menjadi dasar terbentuknya
kehendak dan kehendak diwujudkan dalam perbuatan. terbagi dua yaitu kesengajaan
berupa kehendak dan kesengajaan berupa pengetahuan. Kesengajaan sebagai
kepastian adalah berupa kesadaran seseorang terhdap suatu akibat yang menurut
akal orang pada umumnya pasti terjadi oleh dilakukannya suatu perbuatan
tertentu apabila perbuatan disadarinya maka akan menimbulkan akibat hukum.
Sedangkan kesengaan dengan ilmu pengetahuan adalah melakuan tindak pidana
dengan secara sengaja berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam hukum pidana
dikenal tiga bentuk kesengajaan yaitu :
a.
Kesengajaan sebagai maksud/tujuan
b.
Kesengajaan sebagai kepastian
c.
Kesengajaan sebagai kemungkinan disebut juga
dolus eventualis.
2.
Kelalaian (culpa)
Adalah berupa
unsur batin (subjektif) berupa kehendak, pengetahuan, perasaan, fikiran, dan
yang menggambarkan perihal keadaan batin manusia. Kelalaian bersifat tidak
hati-hati dalam melakukan sesuatu akhirnya terjadi sesuatu secara tidak
sengaja. Terdapat dua macam pandangan yaitu pandangan subjektif yaitu melihat
pada syarat adanya sikap batin seseorang dalam hubungannya dengan perbuatan dan
akibat perbuatan yang dapat dipersalahkan sehingga ia dapat dibebani tanggung
jawab atas perbuatannya itu. Sedangkan pandangan objektif yaitu menurut ukuran
kebiasaan dan kewajaran yang berlaku dalam masyarakat.
Arti kata culpa
adalah kesalahan sebagai perbuatan pidana yang dilakukan karena kealpaan atau
akibat kurang berhati-hati sehingga secara tidak sengaja sesuatu terjadi.Misal
salah satu contohnya adalah pasal 359KUHP: Barang siapa karena kesalahannya
(kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Culpa dibedakan
menjadi culpa levissima dan culpa lata.Culpa levissima berarti kealpaan yang ringan
sedangkan Culpa lata adalah kealpaan besar.
d.
Unsur akibat konstitutif
Unsur ini
terdapat pada tindak pidana materiil, tindak pidana yang mengandung unsur
akibat sebagai syarat pemberat pidana, tindak pidana dimana akibat merupakan
syarat pidanya pembuat. Unsur akibat konstitutif pada tindak pidana adalah
berupa unsur pokok tindak pidana, artinya jika unsur ini tidak timbul maka
tindak pidannya tidak terjadi, yang terjadi hanya percobaanya.
e.
Unsur keadaan yang menyertai
Unsur tindak
pidana yang berupa semua keadaan yang ada dan berlaku dalam mana perbuatan
dilakukan. Unsur keadaan yang menyertai ini dapat berupa rumusan :
a)
Cara melakukan perbuatan artinya cara itu
melekat pada perbuatan yang menjadi urusan tindak pidana. Sehingga didapat
kepastian rincian perbuatan pidana.
b)
Cara untuk dapat dilakukannya perbuatan yaitu
sebelum melakuakn tindak pidana terlebih dahulu dipenuhi cara-cara tertentu
agar perbuatan yang dilarang itu dapat diwujudkan.
c)
Objek tindak pidana adalah semua keadan yang
melekat pada atau mengenai objek tindak pidana.
d)
Subjek tindak pidana adalah segala keadaan
mengenai diri subjek tindak pidana baik bersifat objektif maupun subjektif
e)
Tempat dilakukannya tindak pidana adalah
mengenai segala keadaan mengenai tempat dilakukannya tindak pidana
f)
Waktu dilakukannya tindak pidana adalah berupa
syarat memperberat pidana maupun yang menjadi pokok pidana
g)
Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut
pidana adalah tindak pdana yang dapat dituntut apabila terdapat pengaduan dari
pihak yang berhak mengadu kepada pihak yang berwenang.
h)
Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana
adalah berupa alasan untuk diperberatnya pidana, bukan unsur syarat untuk
terjadinya atau syarat selesainya tindak pidana sebagaimana pada tindak pidana
materiil.
i)
Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana
adalah berupa unsur keadaan-keadaan tertentu yang timbul setelah oeruatan
dilakukan, yang menentukan untuk dapat dipidananya perbuatan. Artinya setelah
perbuatan dilakukan keadaan ini tidak timbul maka terhadap perbuatan itu tidak
bersifat melawan hukum karenanya si pembuatan tidak dapat dipidana.
Yang merupakan unsur atau elemen dari
perbuatan pidana adalah :
a)
Kelakuan dan akibat
b)
Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan
c)
Keadaan tambahan yang memberatkan pidana
Unsur-unsur perbuatan yang melawan
hukum menurut para ahli antara lain:
1.
Menurut Simons, unsur-unsur tindak pidana
(strafbaar feit) adalah :
·
Perbuatan manusia (positif atau negative,
berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan).
·
Diancam dengan pidana (statbaar gesteld)
·
Melawan hukum (onrechtmatig)
·
Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in
verband staand)
·
Oleh orang yang mampu bertanggung jawab
(toerekeningsvatoaar person).
Simons juga menyebutkan adanya
unsur obyektif dan unsur subyektif dari tindak pidana (strafbaar feit).
Unsur Obyektif :
·
Perbuatan orang
·
Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu.
·
Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai
perbuatan itu seperti dalam pasal 281 KUHP sifat “openbaar” atau “dimuka umum”.
Unsur Subyektif :
·
Orang yang mampu bertanggung jawab
·
Adanya kesalahan (dollus atau culpa). Perbuatan
harus dilakukan dengan kesalahan. Kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat
dari perbuatan atau dengan keadaan mana perbuatan itu dilakukan.
2.
Sementara menurut Moeljatno unsur-unsur
perbuatan pidana :
·
Perbuatan (manusia)
·
Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang
(syarat formil)
·
Bersifat melawan hukum (syarat materiil)
Unsur-unsur tindak pidana menurut
Moeljatno terdiri dari :
1)
Kelakuan dan akibat
2)
Hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai
perbuatan,yang dibagi menjadi:
a.
Unsur subyektif atau pribadi Yaitu mengenai diri
orang yang melakukan perbuatan, misalnya unsur pegawai negeri yang diperlukan
dalam delik jabatan seperti dalam perkara tindak pidana korupsi. Pasal 418 KUHP
jo. Pasal 1 ayat (1) sub c UU No. 3 Tahun 1971 atau pasal 11 UU No. 31 Tahun
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang pegawai negeri yang menerima hadiah.
Kalau yang menerima hadiah bukan pegawai negeri maka tidak mungkin diterapka
pasal tersebut
b.
Unsur obyektif atau non pribadi Yaitu mengenai
keadaan di luar si pembuat, misalnya pasal 160 KUHP tentang penghasutan di muka
umum (supaya melakukan perbuatan pidana atau melakukan kekerasan terhadap
penguasa umum). Apabila penghasutan tidak dilakukan di muka umum maka tidak
mungkin diterapkan pasal ini
C.
Norma-Norma dalam perbuatan pidana
Suatu perbuatan
dikatergorikan sebagai pelanggaran terdapat dua pandangan yaitu menurut
pendaoat pertama bahwa perbuatan yang menyatakan suatu perbuatan dianggap
keliru apabila telah mencocoki larangan undang-undang, pendapat ini dinamakan
pendirian formal sedangkan pendapat yang kedua yag disebut pendirian materiil
bahwa semua perbuatan yang mencooki peraturan perundang-undangan bersifat
melawan hukum bagi mereka yang dinamakan hukum bukan hanya undang-undang hukum
tertulis sebab selain hukum tertulis terdapat pula norma-norma yang tidak
tertulis yanga da pada masyarakat.
Vost adalah yang menganut paham
materiil yang memformulasikan dengan perbuatan yang oleh masyarakat tidak
diperbolehkan formula ini oleh Arrest HR.Nederland terkena dengan nama Lunde
baum cohen arrest. Yang menyatakan perbuatan melawan hukum bukan saja
bertentangan dengan wet tetapi dipandang dari pergaulan masyarakat yang
dianggap tidak pantas.
Menurut Prof
Moeljatno lebih baik mengikuti ajaran materiil. Terdapat dua hal yang
membedakan pandangan formal dan materiil :
a.
Pandangan material mengakui adanya pengecualian
atau penghapusan dari sifat melawan hukumnya. Perbuatan menurut hukum yang
tertulis dan yang tidak tertulis, sedangkan pandangan formal hanya mengakui
pengecualian yang tersebut dalam undang-undang saja.
b.
Dalam pandangan material sifat melawan hukum
adalah unsur mutlak dari tiap-tiap perbuatan pidana, juga bagi yang dalam
rumusannya tidak menyebut unsur-usnur tersebut. Sedang bagi pandangan formal
sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur daripada perbuatan pidana.
MR.E.PH Sutorius
disebutkan bahwa dalam perbuatan pidana setidaknya ada norma, yaitu norma
social dan norma hukum. Norma perilaku adalah aturan yang menentukan apakah
perilaku manusia tertentu patut atau tidak. Perilaku dipengaruhi oleh banyak
norma yang tidak tercantum dalam undang-undang, yang kadang-kadang tidak diakui
oleh hukum dan bahkan tidak diungkapkan. Hanya sebagian dari norma-norma yang
mengatur perilaku manusia adalah norma hukum, yaitu yang oleh pembentukan
undang-undang dimaksudkan dalam ketentuan undang-undang dan diterapkan oleh
hakim dalam persengketaan. Jadi, dalam norma perilaku atau norma material harus
dibedakan antara norma yang dimajsudkan
dan dimasukkan dalam undang-undang. Pelanggaran terhadap norma perilaku
sekalipun itu norma hukum mereka tidak dapat dihalangi oleh berbagai system
penegakan hukum yang ada, tetapi hanya di batasi oleh sanksi positif atau
negative yang tersedia.
Terhadap norma
hukum hakim mempunyai peranan khusus dalam menentukan apakah ketentuan pidana
mengikat dan kalau mengikat apakah terdakwa telah melakukan suatu perbuatan
pidana. Banyak norma hukum dituangkan dalam undang-undang. Ketentuan itu
mempunyai fungsi penetapan norma dan fungsi penciptaan norma. Suatu
undang-undang mempunyai fungsi penetapan norma jika norma yang ditetapkan itu
sesuai engan norma social yang berlaku. Dan Undang-Undang mempunyai fungsi
penciptaan jikalau norma hukum itu menyimpang dari norma social dan dengan
demikian manusia akan berperilaku lain dari pada semula.
Norma perilaku
adalah aturan yang menentukan apakah perilaku manusia tertentu patut atau tidak
patut. Berdasarkan hal itu, orang dapat megetahui apa yang dia harapkan dari
orang lain. Untuk suatu kehidupan bersama aturan, demikian mutlak diperlukan
perilaku kita sehari-hari yang dipengaruhi oleh banyak norma yang tidak
tercantum dalam undang-undang, yang kadang-kadang tidak diketahui oleh hukum,
bahkan tidak diungkapkan. Hanya sebagian dari norma-norma yang mengatur
perilaku manusa adalah norma hukum, yaitu yang oleh pembentuk undang-undang
dimasukkan dalam ketentuan undang-undang dan diterapkan oleh hakim dalam
persengketaan. Jadi, dalam norma perilaku atau norma materiil harus dibedakan
dengan norma yang tidak dimasukkan dalam undang-undang antara norma social dan
norma hukum.
Pelanggaran
terhadap norma perilaku sekalipun itu norma hukum, adalah normal. Mereka tidak
dapat dihalangi oleh berbagai system penegakan hukum yang ada, tetapi hanya
dibatasi oleh sanksi positif atau negatif yang ada. Terhadap norma hukum, hakim
mempunyai peranan khusus, yiatu berwenang untuk memutuskan berdasarkan norma
hukum itu apakah harapan-harapan tertentu sah dan apakah perilaku-perilaku
tertentu memenuhi atau tidak memenuhi harapan yang sah.
Banyak norma
hukum dituangkan dalam ketentuan undang-undang. Ketentuan itu mempunyai dua
fungsi, yait fungsi penetapan norma dan fungsi penciptaan norma. Suatu
undang-undang mempuyai fungsi penetapan norma jika norma yang ditetapkan itu
sesuai dengan norma social yang berlaku. Sebagai contoh yaitu pembunuhan.
Menurut pendapat umum adalah tidak patut untuk membunuh sesame manusia.
Ketentuan undang-undang yang mengancam dengan pidana suatu pembunuhan tidak
mengubah norma social, tetapi hanya menguatkannya.
Undang-undang
mempunyai fungsi penciptaan jika norma hukum itu menyimpang dari norma social
sehingga manusia akan berperilaku lain dari semula. Contoh dapat ditemukan
dalam hukum ketertiban yang dituangkan dalam undnag-undang khusus. Untuk itu,
diperhatikan ketentuan undang-undang yang melindungi lingkungan. Perbedaan
diatas penting untuk memeprtahakan norma-norma tadi. Mempertahankan ketentuan
yang berfungsi penetapan norma lebih mudah daripada yang berfungsi penciptaan
norma. Meskipun tidak selalu pencurian dipidana setiap orang tidak menyetujui
pencurian akan tetapi jika pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas ditindak
secara konsekuen, anggota masyarakat tentu tidak akan mematuhinya lagi.
Perbuatan-
perbuatan pidana menurut sistem KUHP terbagi atas kejahatan dan pelanggaran.
Kejahatan merupakan perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam
undang- undang, sebagai perbuatan pidana, yang mana termasuk perbuatan yang
bertentangan dengan tata hukum. Pelanggaran merupakan perbuatan- perbuatan yang
bersifat melawan hukum.
Perbuatan pidana
merupakan suatu perbuatan yang mana oleh suatu aturan hukum itu dilarang dan
diancam pidana. Larangannya ditujukan kepada perbuatan dan ancaman pidananya
ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian tersebut.
Terdapat 3 cara dalam perumusan
norma :
a.
Diuraikan atau disebutkan satu persatu
unsur-unsur perbuatan (perbuatan, akibat dan keadaan yang bersangkutan.
b.
Tidak diuraikan, tetapi hanya disebutkan
kualifikasi delik, misal 297. 351. karena tidak disebutkan unsurnya secara
tegas, maka perlu penafsiran historis (contoh: penganiayaan, tiap perbuatan
yang dilakukan dengan sengaja dan ditujukan kepada orang lain yang
mengakibatkan sakit atau luka). Cara ini tidak dibenarkan karena memunculkan
penafsiran yang berbeda-beda sehingga tidak menjamin kepastian hukum.
c.
Penggabungan cara pertama dan kedua, misalnya
pasal 124, 263, 338, 362, dll.
Sedangkan dalam kaitannya dengan
sanksi, penempatan norma dan sanksi ada 3 (tiga) cara yaitu:
a.
Penempatan norma dan sanksi sekaligus dalam satu
pasal. Cara ini dilakukan dalam Buku II dan III KUHP kecuali pasal 112 sub 2
KUHP.
b.
Penempatan terpisah, artinya norma hukum dan
sanksi pidana ditempatkan dalam pasal atau ayat yang terpisah. Cara ini diikuti
dalam peraturan pidana di luar KUHP.
c.
Sanksi pidana talah dicantumkan terlebih dahulu,
sedangkan normanya belum ditentukan. Cara ini disebut ketentuan hukum pidana
yang blanko (Blankett Strafgesetze) tercantum dalam pasal 122 sub 2 KUHP, yaitu
noramnya baru ada jika ada perang dan dibuat dengan menghubungkannya dengan
pasal ini.
Suatu perbuatan bisa masuk dalam
kategori pidana, apabila telah terklasifikasi dalam tindakan keliru atau tidak.
Dalam hal ini ada dua pendapat :
a.
Pendapat yang menyatakan bahwa suatu perbuatan dianggap
keliru apabila telah mencocoki larangan undang-undang bagi mereka, melanggar
hukum adalah melanggar undang-undang. Pendapat demikian dinamakan pendirian
Material.
b.
Adapun yang berpendapat bahwa belum tentu semua
perbuatan yang mencocoki larangan undang-undang bersifat melawan hukum. Bagi
mereka dinamakan hukum bukan hanya undang-undang (hukum tertulis), sebab selain
hukum tertulis terdapat pula norma-norma (hukum tidak sendiri) yang berlaku
dimasyarakat. Pendapat ini dinamakan pendirian materil.
Dalam buku hukum
karangan Prof. DR. D. schaffneisher disebutkan bahwa dalam perbuatan pidana
setidaknya ada norma social ( norma perilaku) dan norma hukum.
Norma perilaku adalah aturan yang
menentukan apakah perilaku manusia tertentu patut atau tidak. Norma hukum yaitu
perilaku manusia yang oleh pembentuk undang-undang dimasukkan dalam ketentuan
undang-undang dan diterapkan oleh hakim dan persengketaan.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
·
Perbuatan
pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang
mana disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa
melanggar larangan tersebut. Ada lain istilah yang dipakai dalam hukum pidana,
yaitu “tindak pidana”. Istilah ini, karena timbulnya dari pihak kementrian
kehakiman, sering dipakai dalam perundang-undanagan. Adanya perbedaan pendapat
mengenai penggunaan kata “tinad pidana” atau “perbuatan pidana”. Ada juga
istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada
maupun dari berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar
feit adalah: Tindak Pidana, Peristiwa Pidana, Delik, Pelanggaran Pidana,
Perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat dihukum, dan perbuataan
pidana.
·
Perbuatan pidana memiliki beberapa unsur yang
tanpa kehadiran unsur tersebut maka perbuatan pidana tidaklah bisa disebut
sebagai delik atau perbuatan pidana.
·
Unsur – unsur perbuatan pidana
a. Unsur-unsur
Objektif, Unsur-unsur Objektif adalah mengenai perbuatan,akibat dan keadaan.
b. Unsur-unsur
Subjektif, Unsur-unsur Subjektif adalah mengenai keadaan yang dapat
dipertanggungjawabkan dan schuld (kesalahan) dalam arti dolus (sengaja) dan
culpa (kelalaian).
·
Norma – norma perbuatan pidana yaitu:
a.
Norma perilaku adalah aturan yang menentukan
apakah perilaku manusia tertentu patut atau tidak.
b.
norma hukum yaitu perilaku manusia yang oleh
pembentuk undang-undang dimasukkan dalam ketentuan undang-undang dan diterapkan
oleh hakim dan persengketaan.
B.
Saran
Makalah ini jauh dari kata sempurna jadi diharapkan bagi guru
pembimbing untuk memberikan kritik dan saran agar bisa diperbaiki untuk masa
yan akan datang, dan semoga makalah ini bisa jadi bahan pembelajaran yang baik
dan benar
Sumber: http://knowledgeisfreee.blogspot.sg
Editor: MID group.
0 Komentar